Format Baru Pembangunan Ekonomi
Oleh: Ihwan Sudrajat dan Prasetyo Aribowo
STABILITAS perekonomian merupakan prasyarat dasar untuk memberikan kepastian berusaha bagi para pelaku ekonomi. Hasil survei BI terhadap ekspektasi konsumen Kota Semarang sepanjang tahun 2003 hingga triwulan I tahun 2004 menunjukkan bahwa ekspektasi mereka terhadap perkembangan ekonomi Jawa Tengah enam bulan ke depan sangat positif. Selain itu, mereka tampaknya sudah melampaui tahapan learning process, karena mampu membedakan kehidupan ekonomi dan politik.
Stabilitas ekonomi Jawa Tengah yang terus terjaga dalam empat tahun terakhir merupakan modal yang berharga dalam mengelola perekonomian dan perlu ditingkatkan pada tahun 2005. Hal ini mengingat adanya kemungkinan perubahan arah dan perubahan kebijakan pemerintahan SBY dan adanya kecenderungan pembentukan kebijakan moneter yang agak ketat dari negara-negara maju yang selama ini menjadi pasar tradisional produk-produk Jawa Tengah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2004 yang diperkirakan sekitar 4,41 persen merupakan tingkat pertumbuhan yang moderat dibandingkan dengan masa-masa sebelum krisis. Pertumbuhan tersebut masih didukung oleh relatif tingginya kontribusi konsumsi, sedangkan dukungan sumber-sumber ekonomi produktif seperti investasi dan ekspor masih perlu terus dioptimalkan.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai belum mampu secara maksimal mengatasi pengangguran dan pertumbuhan angkatan kerja baru yang hingga saat ini mencapai sekitar 950 ribu orang. Untuk itu, mendorong pertumbuhan eknomi yang tinggi dan lebih berkualitas perlu menjadi orientasi pemegang kebijakan dalam mengelola kebijakan perekonomian tahun 2005.
Belajar dari depresi tahun 30-an di Amerika Serikat, yang melahirkan mazhab ekonomi John Maynard Keynes, peran pemerintah dalam membangkitkan kembali perekonomian mutlak adanya. Siklus ekonomi yang diharapkan dengan hanya mengandalkan pasar ternyata tidak mampu mengatasi depresi tersebut. Ekonomi baru berjalan ke arah normal setelah pemerintah AS saat itu melaksanakan formulasi kebijakan yang direkomendasikan Keynes. Artinya, anggaran pemerintah sebenarnya merupakan instrumen ekonomi yang sangat penting, terutama di saat pasar masih mencari dimensinya yang baru dan lambat untuk merespons kebutuhan.
Dari sisi permintaan, pengeluaran pemerintah, termasuk investasi, mempunyai pengaruh cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah, sehingga posisi fasilitator perlu diartikan kembali agar alokasi anggaran mempunyai kekuatan lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Minggu, 27 Desember 2009
Kamis, 03 Desember 2009
pembangunan ekonomi ,mencari manfaat dari krisis energi dan pangan
Saat ini tengah terjadi ”commodity supercycle” atau kenaikan spektakuler harga komoditas global yang pada hakikatnya adalah dampak dari lebih cepatnya pertumbuhan permintaan ketimbang suplai yang terjadi selama dua dasawarsa terakhir. Indonesia, sebagai bagian dari perekonomian global, tak ayal terimbas situasi ini.Sebagai negara yang kaya sumber daya alam, sebenarnya Indonesia berpeluang mengambil keuntungan dari fenomena ini. Sayangnya yang terjadi justru perekonomian Indonesia lebih banyak tertekan karena kegagalan mengantisipasi dan membuat kebijakan yang tepat. Pertanyaannya, mampukah bangsa ini membalikkan keadaan dan mengambil manfaat sebesar-besarnya dari kenaikan harga energi dan pangan global?
Harga pangan dan energi global melonjak drastis setidaknya dalam dua tahun terakhir. Bahkan, harga beras di pasar internasional naik lebih dari 200 persen. Situasi serupa juga terjadi pada energi. Minyak bumi, contohnya, telah menyentuh 147 dollar AS per barrel.
Kenaikan harga komoditas dipicu oleh meningkatnya permintaan akibat pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat, terutama di China dan India.
Namun, permintaan pangan dan energi juga dipicu oleh hal lain yang tidak bersifat fundamental, seperti permintaan tambahan stok akibat meningkatnya ketidakpastian suplai yang dipicu oleh bencana alam dan situasi politik serta dijadikannya komoditas bersangkutan sebagai obyek spekulasi menyusul ambruknya pasar finansial global dalam setahun terakhir.
”Dana yang sebelumnya bermain di pasar finansial yang jumlahnya sangat besar mencari obyek investasi atau obyek spekulasi baru,” kata Gubernur Bank Indonesia Boediono saat menjadi pembicara kunci dalam Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Kamis (17/7) di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Akibat kenaikan harga minyak bumi, menurut Dirjen Tanaman Pangan Deptan Sutarto Alimoeso, pangan dan energi berubah menjadi dua komoditas yang saling berkompetisi dalam penyediaannya. Terjadi proses substitusi dari pangan untuk energi, biofuels mengganti fossil fuels. Sebagai contoh, AS menggunakan sekitar 25 juta ton jagung untuk produksi bioenergi.
Khusus untuk beras, selain memang terjadi kenaikan permintaan, melambungnya harga juga disebabkan adanya kepanikan di negara-negara importir dan eksportir beras.
Indonesia sendiri mulai terkena imbas perkembangan harga pangan global pada pertengahan 2007, dimulai dengan minyak goreng dan terigu. Minyak goreng terkena imbas langsung dari peningkatan harga minyak kelapa sawit mentah.
Di sektor energi, kenaikan harga minyak dunia telah membuat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak dalam negeri untuk menyelamatkan anggaran negara. Di segi moneter, Bank Indonesia harus menaikkan suku bunga untuk menekan lonjakan inflasi.
Keterpurukan di sektor energi tak terlepas dari dominannya kebutuhan minyak bumi, gas bumi, dan batu bara sebagai sumber energi ketimbang listrik tenaga air, panas bumi, dan energi terbarukan. Kontribusi migas dan batu bara mencapai 95 persen dari total kebutuhan energi. Padahal, produksi minyak bumi cenderung turun sehingga Indonesia terpaksa mengimpor komoditas ini. ”Sejak tahun 1996 gejala penurunan, terutama di minyak bumi, sudah terlihat dan makin drastis terlihat sejak tahun 2000. Pada tahun 2007, lifting hanya sekitar 904.411 barrel per hari,” kata pengamat perminyakan, Kurtubi.
Meskipun di sisi pangan, produksi beras, gula, dan jagung Indonesia masih relatif baik, kenaikan harga membuat subsidi pangan membengkak.
Subsidi pangan pada tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp 12 triliun, padahal anggaran dalam APBN-P 2008 hanya Rp 8,6 triliun. Subsidi pupuk diperkirakan juga membengkak dari Rp 7,8 triliun pada APBN-P 2008 menjadi Rp 15,2 triliun.
Situasi lebih parah terjadi pada energi. Sampai Juni 2008, realisasi subsidi
Harga pangan dan energi global melonjak drastis setidaknya dalam dua tahun terakhir. Bahkan, harga beras di pasar internasional naik lebih dari 200 persen. Situasi serupa juga terjadi pada energi. Minyak bumi, contohnya, telah menyentuh 147 dollar AS per barrel.
Kenaikan harga komoditas dipicu oleh meningkatnya permintaan akibat pertumbuhan ekonomi dunia yang pesat, terutama di China dan India.
Namun, permintaan pangan dan energi juga dipicu oleh hal lain yang tidak bersifat fundamental, seperti permintaan tambahan stok akibat meningkatnya ketidakpastian suplai yang dipicu oleh bencana alam dan situasi politik serta dijadikannya komoditas bersangkutan sebagai obyek spekulasi menyusul ambruknya pasar finansial global dalam setahun terakhir.
”Dana yang sebelumnya bermain di pasar finansial yang jumlahnya sangat besar mencari obyek investasi atau obyek spekulasi baru,” kata Gubernur Bank Indonesia Boediono saat menjadi pembicara kunci dalam Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia, Kamis (17/7) di Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Akibat kenaikan harga minyak bumi, menurut Dirjen Tanaman Pangan Deptan Sutarto Alimoeso, pangan dan energi berubah menjadi dua komoditas yang saling berkompetisi dalam penyediaannya. Terjadi proses substitusi dari pangan untuk energi, biofuels mengganti fossil fuels. Sebagai contoh, AS menggunakan sekitar 25 juta ton jagung untuk produksi bioenergi.
Khusus untuk beras, selain memang terjadi kenaikan permintaan, melambungnya harga juga disebabkan adanya kepanikan di negara-negara importir dan eksportir beras.
Indonesia sendiri mulai terkena imbas perkembangan harga pangan global pada pertengahan 2007, dimulai dengan minyak goreng dan terigu. Minyak goreng terkena imbas langsung dari peningkatan harga minyak kelapa sawit mentah.
Di sektor energi, kenaikan harga minyak dunia telah membuat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak dalam negeri untuk menyelamatkan anggaran negara. Di segi moneter, Bank Indonesia harus menaikkan suku bunga untuk menekan lonjakan inflasi.
Keterpurukan di sektor energi tak terlepas dari dominannya kebutuhan minyak bumi, gas bumi, dan batu bara sebagai sumber energi ketimbang listrik tenaga air, panas bumi, dan energi terbarukan. Kontribusi migas dan batu bara mencapai 95 persen dari total kebutuhan energi. Padahal, produksi minyak bumi cenderung turun sehingga Indonesia terpaksa mengimpor komoditas ini. ”Sejak tahun 1996 gejala penurunan, terutama di minyak bumi, sudah terlihat dan makin drastis terlihat sejak tahun 2000. Pada tahun 2007, lifting hanya sekitar 904.411 barrel per hari,” kata pengamat perminyakan, Kurtubi.
Meskipun di sisi pangan, produksi beras, gula, dan jagung Indonesia masih relatif baik, kenaikan harga membuat subsidi pangan membengkak.
Subsidi pangan pada tahun 2008 diperkirakan mencapai Rp 12 triliun, padahal anggaran dalam APBN-P 2008 hanya Rp 8,6 triliun. Subsidi pupuk diperkirakan juga membengkak dari Rp 7,8 triliun pada APBN-P 2008 menjadi Rp 15,2 triliun.
Situasi lebih parah terjadi pada energi. Sampai Juni 2008, realisasi subsidi
kerja sama ekonomi asia pasifik
APEC adalah singkatan dari Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989. APEC bertujuan mengukuhkan pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara di Asia Pasifik.
Anggota APEC
APEC saat ini memiliki 21 anggota, kebanyakan adalah negara yang memiliki garis pantai ke Samudra Pasifik.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC
KTT APEC di Bangkok, Thailand
KTT APEC diadakan setiap tahun di negara-negara anggota. Pertemuan pertama organisasi APEC diadakan di Canberra, Australia pada tahun 1989.
APEC menghasilkan "Deklarasi Bogor" pada KTT 1994 di Bogor yang bertujuan untuk menurunkan bea cuka hingga nol dan lima persen di lingkungan Asia Pasifik untuk negara maju paling lambat tahun 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya tahun 2020.
Pada tahun 1997, KTT APEC diadakan di Vancouver, Kanada. Kontroversi timbul ketika kepolisian setempat menggunakan bubuk merica untuk meredakan aksi para pengunjuk rasa yang memprotes kehadiran Soeharto yang menjabat sebagai presiden Indonesia pada saat itu.
Pada tahun 2003, kepala organisasi Jemaah Islamiyah Riduan Isamuddin alias Hambali berencana melancarkan serangan pada KTT APEC di Bangkok, Thailand. Hambali ditangkap di kota Ayutthaya oleh kepolisian setempat sebelum ia dapat melaksanakan serangan itu.
Pada tahun 2004, Chili menjadi negara Amerika Selatan pertama yang menjadi tuan rumah KTT APEC.
Anggota APEC
APEC saat ini memiliki 21 anggota, kebanyakan adalah negara yang memiliki garis pantai ke Samudra Pasifik.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC
KTT APEC di Bangkok, Thailand
KTT APEC diadakan setiap tahun di negara-negara anggota. Pertemuan pertama organisasi APEC diadakan di Canberra, Australia pada tahun 1989.
APEC menghasilkan "Deklarasi Bogor" pada KTT 1994 di Bogor yang bertujuan untuk menurunkan bea cuka hingga nol dan lima persen di lingkungan Asia Pasifik untuk negara maju paling lambat tahun 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya tahun 2020.
Pada tahun 1997, KTT APEC diadakan di Vancouver, Kanada. Kontroversi timbul ketika kepolisian setempat menggunakan bubuk merica untuk meredakan aksi para pengunjuk rasa yang memprotes kehadiran Soeharto yang menjabat sebagai presiden Indonesia pada saat itu.
Pada tahun 2003, kepala organisasi Jemaah Islamiyah Riduan Isamuddin alias Hambali berencana melancarkan serangan pada KTT APEC di Bangkok, Thailand. Hambali ditangkap di kota Ayutthaya oleh kepolisian setempat sebelum ia dapat melaksanakan serangan itu.
Pada tahun 2004, Chili menjadi negara Amerika Selatan pertama yang menjadi tuan rumah KTT APEC.
Rabu, 02 Desember 2009
pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional[1]. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara.
Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth); pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi.
Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional[1]. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.
Langganan:
Postingan (Atom)